Kebakaran hutan dan lahan gambut kembali terjadi di beberapa wilayah Indonesi...

Adakah Jurus Jitu Memadamkan Kebakaran Hutan Dan Lahan Gambut?





Kebakaran hutan dan lahan gambut kembali terjadi di beberapa wilayah Indonesia. Di Kalimantan Barat (Kalbar), diberitakan bahwa Kota Pontianak sudah dikepung asap.

Atas peristiwa itu pihak Kepolisian Daerah (Polda) Kalbar telah menetapkan 27 orang sebagai tersangka dalam kasus kebakaran hutan dan lahan, kemudian Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah  menyegel  area kehutanan terbakar yang dimiliki 5 perusahaan di Kalbar.

Kebakaran hutan dan lahan gambut juga terjadi di Provinsi Riau (Dumai dan Siak), walaupun belum sebesar kebakaran hutan dan lahan gambut di Kalbar.

Kebakaran hutan dan lahan gambut juga terjadi di Provinsi Riau (Dumai dan Siak), di Provinsi Sumatera Selatan (Organ Komering Ulu) dan Jambi (Muaro Jambi), walaupun belum sebesar kebakaran hutan dan lahan gambut di Kalbar.

Kebakaran hutan dan lahan gambut ini selalu terulang  setiap tahun pada saat musim kemarau. Hanya pada saat musim kemarau. Hanya pada saat musim hujan saja, kebakaran hutan dan lahan gambut itu tidak sering terjadi.

Kita tentu masih ingat kebakaran hutan dan lahan gambut di tahun 2015 lalu yang sangat hebat, bahkan saking hebatnya peristiwa kebakaran itu telah memanaskan hubungan dengan Negara tetangga (Malaysia dan Singapura) yang terkena imbas asap kebakaran.

Dari data KLHK, disebutkan bahwa seluas 2.6 juta hektar lahan dan hutan telah terbakar sepanjang Juni-November 2015, memakan korban jiwa sebanyak 19 orang dan 500.000 penduduk menderita infeksi saluran pernapasan akut.

Kebakaran tersebut telah meluluhlantakkan hutan dan kekayaan hayati di dalamnya. Ternyata pada Oktober 2015 lalu, 24.773 sekolah ditutup dan 4.692.537 siswa diliburkan.

Untuk mengatasi agar peristiwa kebkaran hutan dan lahan gambut tidak terulang, pemerintah telah membentuk Badan Restorasi Gambut (BRG) yang diberikan mandate untuk menjalankan koordinasi dan penguatan kebijakan, perencanaan, pengendalian, dan kerja sama untuk penyelenggaraan restorasi gambut. Cakupan luas kawasan yang harus direstorasi kurang lebih 2.000.000 hektar.

Mengenali Lahan Gambut

Dari referensi Wetlands International, disebutkan lahan gambut adalah suatu ekosistem lahan basah yang terbentuk oleh adanya timbunan atau kumpulan bahan organik di lantai hutan, yang berasal dari reruntuhan vegetasi di atasnya dalam kurun waktu lama (ribuan tahun).

Secara fisik, lahan gambut merupakan tanah organosol atau tanah histosol yang umumnya selalu jenuh air atau terendam sepanjang tahun kecuali didrainase.

Gambut memiliki daya hidrolik vertikal ke atas yang sangat lambat. Akibatnya, lapisan atas gambut sering mengalamin kekeringan, meskipun lapisan bawahnya basah.

Selain itu, gambut mempunyai sifat kering tak balik. Artinya, gambut yang sudah mengalami kekeringan ekstrim, akan sulit menyerap air kembali.

Oleh karena itu, lahan gambut cenderung mudah terbakar karenakandungan bahan organic yang tinggi dan memiliki sifat kering tak balik dan porositas tinggi.

Gambut mempunyai fungsi hidrologis  karena bersifat porositas yang tinggi sehingga berkemampuan menyerap air yang sangat besar.

Fungsi gambut sebagai pengatur tata air (hidrologi) dapat terganngu apabila dibuat saluran drainase yang berlebihan sehingga air menjadi lekas keluar dari lahan gambut.

Sebagai akibatnya , gambut mengalami kekeringan sampai batas kering tak balik, sulit menyerap air kembali dan mudah terbakar. Kebakaran di lahan gambut sangat sulit dipadamkan karena api dapat menembus di bawah permukaan tanah.

Bara api yang dikira sudah padam ternyata masih tersimpan di dalam tanah dan menjalar ke tempat-tempat sekitarnya tanpa di dasari. Bara api di lahan gambut di bawah permukaan  biasanya hanya dapat dipadamkan oleh air hujan yang lebat.

Kondisi gambut saat ini secara umum telah mengalami degradasi yang utamanya disebabkan oleh konversi menjadi lahan pertanian dan permukiman transmigrasi, perkebunan kelapa sawit dan pengusahaan hutan tanaman alam (HTA). Degrdasi lahan gambut salah satunya ditandai oleh semakin menurunnya permukaan gambut.

Selain itu, telah terjadi drainase berlebihan pada lahan gambut tersebut sehinnga tata air lahan gambut sehinnga tata air lahan gambut menjadi terganggu, sebagai akibatnya lahan gambut itu menjadi kering karena bagian bawahnya sudah tidak ada air lagi.

Perkembangan pola penggunaan lahan di lahan gambut akan memicu lahan gambut cepat terdegradasi berupa penurunan fungsi hidrologi dan ekologi, yang diakibatkan oleh aktivitas manusia
.
Penyebab kerusakan gambut

Secara umum, kerusakan ekosistem gambut disebabkan oleh aktivitas manusia, baik disengaja maupun tidak disengaja. Antara lain, pembakaran lahan gambut dalam rangka persiapan lahan pertanian dan perkebunan kelapa sawit, pembukaan permukiman dan transmigrasi, penebangan pohon di hutan berlahan gambut yang tidak terkendali, dan pembangunan saluran-saluran irigasi, parit maupun kanal.

Kebakaran lahan gambut juga bisa terjadi karena dipicu oleh perluasan lahan perkebunan kelapa sawit (baik yang dimiliki perusahaan ataupun peroranagan masyarakat) dengan cara dibakar. Selain itu juga, kebakaran terjadi karena lahan gambut yang kering dan cuaca yang panas menyebabkan terbakar secara alami.

Kemudian kebakaran di lahan gambut sangat sulit dipadamkan dan menyebabkan dampak lingkungan, sosial, ekonomi dan kesehatan yang sangat besar.

Ketika dipadamkan, sepertinya api di permukaan lahan sudah padam, namun ternyata bara api masih membara di bagian bawah permukaan lahan gambut. Sehingga ketika cuaca masih panas da nada tiupan angin kencang, bakal membuat api berkobat lagi.

Pemanfaatan lahan gambut di berbagai wilayah Indonesia (umumnya di Sumatera dan Kalimantan) untuk kegiatan budidaya pertanian maupun perkebunan kelapa sawit seringkali diikuti dengan pembuatan saluran drainase (parit).

Pembuatannya dilakukan dengan cara pengerukan yang tujuannya mengerikan lahan gambut tersebut agar air keluar dan tidak menggenangi lahan gambut tersebut. Hal ini menjadi masalah besar ketika saluran drainase yang dibuat tidak terkontrol sehingga mengganggu fungsi hidrologis gambut.



Adakah Jurus Jitu ?

BRG telah melakukan upaya memulihkan kembali ekosistem gambut, baik yang berada di kawasan lindung dan budidaya. Hal pertama yang mendasar dilakukan adalah dengan strategi mencegah kebakaran, yang artinya gambut yang telah mengalami degradasi dan kering maka harus dikembalikan fungsi ekologis dan hidrologisnya.

Upaya ini dikenal denagna nama restorasi, sebagai upaya pemulihan tata air (hidrologis) di lahan gambut untuk menjadikan ekosistem gambut menjadi basah dan berfungsi kembali seperti sedia kala.
Ada 3 jurus yang dilakukan oleh BRG selama ini yaitu:

1)      Pembasahan kembali (rewetting)

Pembasahan kembali gambut berupa kegiatan pembasahan material gambut yang mongering akibat aktivitas manusia yang menyebabkan turunnya muka air tanah. Upaya ini dilakukan dengan meningkatkan kadar air dan tinggi air tanah.

Ada tiga kegiatan utama pembasahan  yaitu penyekatan kanal atau drainase, penimbunan kanal dan pembangunan sumur bor.

2)      Penanaman kembali (revegettion)

Penanaman kembali adalah upaya pemulihan tutupan lahan pada ekosistem gambut melalui penanaman berbagai jenis tanaman aasli (endemik) pada fungsi lindung atau dengan jenis tanaman lain yang adaptif terhadap lahan basah gambut, dan memiliki nilai ekonomi pada fungsi budidaya.

3)      Peningkatan kesejahteraan masyarakat (revitalization)

Peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat, yaitu berupa kegiatan penunjang restorasi yang sifatnya untuk meningkatkan ketahanan daya dukung sosial ekonomi, melalui kegiatan-kegiatan seperti pengembangan usaha melalui komoditas pilihan dan sumber mata pencaharian alternatif, peningkatan kapasitas kelembagaan dan pembinaan Desa Peduli Gambut.
           
Tak lupa peran-peran LSM sebagai pendamping masyarakat perlu semakin gencar dilakukan, terutama di tingkatan local komunitas masyrakat desa.
Sedangkan peran perguruan tinggi sebagai pihak pemasok ilnu pengetahuan perlu semakin dipertajam.

Melakukan restorasi hutan yang terbakar di lahan gambut adalah pekerjaan yang panjang prosesnya. Selain itu, hasilnya pun baru bisa dirasakan di masa depan oleh anak cucu kita. Oleh karena itu, pelaksanaan restorasi gambut harus mempertimbangkan tujuan jangka pendek dan jangka panjang.

Tujuan jangka pendek adalah untuk mencegah kebakaran. Dan tujuan  jangka panjang adalah untuk memulihkan hutan dan lahan. Dan perlu diingat, tujuan-tujuan tersebut memerlukan jurus yang tepat.



Dilindungi oleh hak cipta. Copyright ©2018


3 komentar: